kutampar hujan itu ketika sedang bernyanyi
jengkel
dari subuh sampai malam rintiknya tidak mau berhenti
padahal aku capek sekali
“tolol kau,” makinya padaku, “Semestinya kau berterima kasih karena aku akan menyanyikan sebuah lagu yang akan membangkitkan seluruh emosimu hingga kau akan tak sadarkan diri pingsan dalam takjub.”
lalu hujan itu berlari ke seberang
dan aku berdiri kebinggungan
menangis tidak
tertawa tidak
diam tidak
apalagi bercerita.
hanya saja
sayup-sayup
sebuah nyanyian entah dari mana mengalun sangat pelan senyap sunyi syahdu sedan pilu lara
hingga batu menangis luluh lantak
dan aku lemas terkapar
hujan tak terdengar lagi
tapi basahnya masih membelit aku dalam simpul yang sangat kusut
kusut:
mana kutahu jalan
karena semalam aku mabuk
tak sadarkan diri
dalam pelukan asmaradana
langit kelihatan mulai ramah
seberkas cahaya walau pudar membersit membangunkan raga
kutarik nafas pelan-pelan
serasa badan baru dilahirkan
di awan sana
sebuah tangan mengulur lembut
:perjalanan
mengapa kau kutuki aku
dalam mendung yang senyap
aku sujud dalam dahaga
“kau yang kuasa”
hanya itu kekuatanku
doa:
terimakasih bapa
aku masih bisa pulang
walau masih tertidur dalam mimpi
Tateli, 19/04/2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar